Pages

Selasa, 04 Oktober 2011

Air Mata Rasulullah SAW


Air Mata Rasulullah SAW

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi.

"Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanukum --peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."

Diluar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik alaaa wa salim 'alaihi Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

NB:
Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesadaran untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan Rasulnya mencintai kita.

Karena sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka. Amin... Usah gelisah apabila dibenci manusia karena masih banyak yang menyayangimu di dunia tapi gelisahlah apabila dibenci Allah karena tiada lagi yang mengasihmu diakhirat.

sumber : milis


kafemuslimah.com

Ma-iyatullah dan Optimisme Kader Dakwah

Ma-iyatullah dan Optimisme Kader Dakwah

Taujihat ini ditujukan kepada seluruh prajurit dakwah dimanapun berada, yang pantang mengenal lelah walaupun harus mendaki gunung dan mengarungi lautan agar keharuman dakwah Islam dinikmati seantero dunia

Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah, Masih amat membekas di benak kita kisah tentang keteladanan seorang penggembala kambing di zaman Khalifah Umar ra. Inilah sosok pemuda yang akan terus menjadi ‘icon’ dakwah sepanjang masa. Betapa tidak, di tengah himpitan dan kerasnya pergulatan hidup ini tidak sekeping pun dari keimanannya, keyakinannya digadai, ditukar atau bahkan dijual demi mendapatkan kenikmatan hidup yang sesaat ini. Yang menarik dari kisah ini adalah kata kunci yang menjadi eye catching dari keseluruhan kisah ini yaitu “fa aina Allah?”. Kalimat sederhana itu mengalir dari lidah tegar penuh optimis seorang mukmin sejati. Kalimat “fa aina Allah”’ itu tidak dialamatkan untuk mencuri perhatian Khalifah Umar RA atau sengaja ditujukan untuk mencari muka –carmuk—seperti yang sering dipertontonkan kebanyakan masyarakat di negeri ini saat kunjungan para pejabat ke mereka. Dia tidak lahir begitu saja, akan tetapi kalimat spektakuler ini dilafalkan dari sanubari hati yang paling dalam karena mahabbah kepada Allah SWT.

Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah, Demikianlah sikap kita dalam menjalani kehidupan dakwah ini. Sepanjang kultur “fa aina Allah” telah meresap dalam-dalam pada diri kita, inilah modal awal kita membangun optimisme dakwah. Bayangkan, seorang penggembala kambing yang hidup di tengah gurun, jauh dari pantauan siapa pun, tidak tersentuh teknologi tinggi –350 tahun lalu—mampu merekonstruksi ma’iyatullah begitu indah. Sudah barang tentu tidak sulit bagi kita merekonstruksi dan menghayati nilai-nilai ma’iyatullah di era teknologi informasi sekarang ini. Allah SWT sudah pasti dan selalu menyertai hamba-hamba-Nya yang beramal, bergerak, berjuang, dan berjihad demi kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Keyakinan ini sudah selayaknya menghujam pada diri kita, “Intanshurullah yanshurkum wa yutsabbit aqdamakum.” (Q.S. 47/Muhammad: 10); “Alladziina jaahadu fiina lanahdiyannahum subuulana wa innalaaha la ma’al muhsinin .”(Q.S. 29/Al-Ankabut: 29).

Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah, Ma’iyatullah harus diartikan bahwa perjuangan menegakkan dien yang hak melalui jalan dakwah dengan ahdaf dan qararat di dalamnya pasti didukung, ditolong, dan dibela Allah SWT beserta bala tentaranya. Inilah fondasi dalam merangkai optimisme untuk memetik kemenangan demi kemenangan di jalan dakwah ilallah. Tidak boleh sedikit pun terbesit keputusasaan, pesimistis dan kehilangan harapan di dalam diri kita. Bahkan, sifat seperti ini dilarang Allah, “...walaa tahinuu fibthigho’il qoum…(Q.S. 4/An-Nisaa’: 104). Ma’iyatullah selalu berbuah ta’yidullah. Artinya, dukungan dan pertolongan berupa apa saja pasti Allah berikan kepada pembela, penolong, dan penegak dienullah ini.

Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah, Tidak boleh ada keraguan bagi kita. Dakwah ini, cepat atau lambat, Allah SWT akan perlihatkan kemenangan itu dengan kita saksikan sendiri atau kita sudah bersaksi di hadapan Allah. Kesertaan dan penyertaan Allah dalam kehidupan ini mesti tercermin dalam setiap gerak-gerik kita. Untuk itu perlu muhafazhah atau penjagaan ma’iyatullah ini agar tetap berada di sekitar kita. Isyarat-isyarat kemenangan banyak Allah SWT paparkan di dalam Al-Qur’an al-karim, salah satunya adalah dalam surat Al-Anfaal: 45-47. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung. Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud ria kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan. Dan ketika setan menjadikan mereka memandang baik pekerjaan mereka dan mengatakan, \"Tidak ada seorang manusia pun yang dapat menang terhadap kamu pada hari ini, dan sesungguhnya saya ini adalah pelindungmu.\" Maka tatkala kedua pasukan itu telah dapat saling lihat melihat (berhadapan), setan itu balik ke belakang seraya berkata, \"Sesungguhnya saya berlepas diri daripada kamu; sesungguhnya saya dapat melihat apa yang kamu sekalian tidak dapat melihat; sesungguhnya saya takut kepada Allah.\" Dan Allah sangat keras siksa-Nya.

Inilah dhawabith yang akan senantiasa menjaga mai’yatullah kita:



Bersikap tsabat Kehadiran, keterlibatan, dan keterikatan kita dalam dakwah ini adalah pilihan sekaligus iradah Allah. Artinya, kita secara sadar dan penuh kesadaran telah memilih jalan ini, untuk kemudian tekad suci ini bertemu dengan kemauan dan kehendak Allah. Jadilah dia sebuah ketegaran, keteguhan, tsabat yang tidak mudah diguncang oleh kekuatan sebesar apapun kecuali oleh sang Pemilik kekuatan itu sendiri. Inilah jamaah dakwah yang kita telah beriltizam di dalamnya. Kita patuhi amarannya, baik dalam susah ataupun senang, baik dalam keadaan lapang atau pun sempit. Bergerak, berputar bersama jamaah ini kemana pun dia bergerak menuju ridha Allah SWT dengan pencapaian ahdaf sebesar-besarnya hingga tegaknya khilafatullah fil ardh.


Banyak-banyak dzikrullah Sikap tsabat mengantarkan seseorang untuk senantiasa dzikrullah, mengingat perintah-Nya, mengingat larangan-Nya, membesarkan asma-Nya, menyucikan dzat-Nya dan memuji kebesaran-Nya. Kesibukan dzikrullah akan mengantarkan kita pada ma’unah Allah SWT. Bahkan, akan menenteramkan jiwa kita sebagai modal dalam menghadapi tantangan, rintangan, dan halangan di jalan dakwah, “...ala bidzkrillahi tathma’innal quluub…. Dzikrullah akan membawa pelakunya menjadi a’dho yang qonaah atas setiap keputusan dan kebijakan jamaah karena dia akan selalu husnudz-zhan dan berpikir positif. Sikap ini tentunya dilanjutkan dengan kreasi-kreasi dalam menjalankan amr jama’ah.


Taat kepada Allah SWT dan kepada Rasul SAW. Faktor kemenangan dakwah ditandai dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Ma’rakah Badr menjadi monumen kemenangan tentara kebenaran dalam ketaatannya kepada Allah dan Rasul. Sebaliknya, di perang Uhud inflasi ketaatan telah berakibat kekalahan. Oleh karena itu, jangan pernah kita menganggap remeh, mudah, bahkan meninggalkan ketaatan itu.


Tidak Berbantah-bantahan (adamut tanaju) Prinsipnya, berbeda pendapat adalah biasa. Tapi, menjadi tidak biasa ketika perbedaan pendapat tersebut teraktualisasi menjadi friksi-friksi atau benturan-benturan kepentingan yang tidak lillah yang pada gilirannya akan berakhir dengan terbentuknya faksi-faksi, atau kelompok, atau golongan. Itulah yang tengah terjadi dalam masyarakat negeri ini. Untuk itu, soliditas struktural dan personal menjadi hal mutlak dalam menjalankan dakwah. Bagaimana mungkin terbentuk wihdatul ummah sementara tidak terjadi wihdatul shufuf di kalangan pejuang Islam sendiri. Alhamdulillah, jama’ah kita diberkahi Allah SWT dengan orang-orang yang sadar akan hal tersebut sehingga matanatut tanzhimiyah terjadi di jamaah kita ini.


Bersabar Allah SWT menyuruh kita agar bersabar dalam segala hal, termasuk dalam dakwah. Akan tetapi, yang jauh lebih penting agar kita tetap sabar dalam menghadapi musibah kehidupan seperti kematian orang yang kita cintai, jatuh ke lembah papa setelah mengalami hidup layak, atau perasaan takut bahwa hal tersebut akan menimpa kita. Ini diterangkan oleh Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 155, \"Dan sungguh Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.\" Kabar gembira buat orang yang bersabar, \"Orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi raaji\'uun. (Sesungguhnya kami berasal dari Allah dan kepada-Nya kami akan kembali.)\" (Q.S. 2/Al-Baqarah: 156). Adapun balasan bagi orang yang sabar adalah keberkahan, kesempurnaan, rahmat dan petunjuk dari Allah. \"Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar sajalah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.\" (Q.S. 39/Az-Zumar: 10). Allah SWT akan mencukupkan pahala bagi orang yang sabar itu tanpa batas. Kemenangan Rasulullah SAW dalam perjuangan menegakkan Islam adalah buah dari kesabaran.


Tidak takabur (‘adamul bathr) Alhamdulillah, patut kita syukuri bahwa jamaah dakwah kita yang telah menjadi institusi formal. banyak mendapat sambutan hangat yang luar biasa dari masyarakat. Tidak ketinggalan segudang julukan terhormat disematkan pada partai kita. Namun, sambutan, julukan, dan gelar tersebut sudah barang tentu tidak sampai menyebabkan kita menjadi besar kepala. Ingat, kekalahan kaum muslimin di perang Hunain justru di saat kaum muslimin berperang dalam jumlah pasukan yang besar. Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka, \"Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.\" (Q.S. 9/At-Taubah: 46) Penyebab kekalahan tersebut dikarenakan sifat ujub berlebihan. Yang terpenting bagi kita adalah menggiring sambutan, julukan dan gelar masyarakat tadi menjadi benar-benar memenangkan partai ini pada pemilu mendatang.


Ikhlas (‘adamu riya’) Ikhlas, titik. Itu mungkin kata kunci yang akan menyelamatkan amal kita di akhirat kelak. Inilah sifat yang amat dikhawatiri para sahabat Rasul SAW. Termasuk kekhawatiran Abu Bakar Ash-Shiddiq tentang hal ini, sehingga beliau senantiasa berdoa dan berlindung dari sifat riya’ ini, “Allahumma inna naudzu bika min annusyrika bika syai’an na’lamuh wa nastaghfiruka lima laa na’lamuh.”


Ikhwah dan akhwat fillah rahimakumullah, Demikianlah, sejatinya mai’yatullah itu akan menumbuhsuburkan optimisme dalam diri kita dalam menyongsong kemenangan dakwah. Terlebih, ketika ma’iyatullah itu dibingkai dalam akhlak harakiyah yang tercermin dalam Surat Al-Anfal di atas. Akhirul kalam billahi taufiqi wal hidayah. In uriidu illal ishlahi mastatho’tu.




 

Ahwalul Muslimin Al Yaum (Problematika Ummat Islam Hari Ini)

Ahwalul Muslimin Al Yaum (Problematika Ummat Islam Hari Ini)
Oleh : Ust. M Ihsan Arliansyah Tanjung

Tema ini adalah suatu upaya untuk menggambarkan akan keadaan dunia Islam kontemporer (saat ini) dengan segala kelebihan dan kekurangan-kekurangannya. Kondisi umat Islam saat ini penuh dengan kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan itu terkait dengan kapasitas intelektual dan problematika moral. Kelemahan dalam kapasitas intelektual (Al Jahlu). Kelemahan umat Islam yang terkait dengan kapasitas intelektual meliputi:

- Dho'fut Tarbiyah (lemah dalam pendidikan)
Kelemahan dalam aspek pendidikan formal dan informal (pengkaderan) sangat dirasakan oleh umat Islam masa kini. Jika pendidikan juga pembinaan dan pengkaderan lemah maka akan mustahil melahirkan anasir-anasir dalam nadhatul umat (kebangkitan umat).

- Dho'fut Tsaqofah (lemah dalam ilmu pengetahuan)
Dewasa ini sedang sangat pesat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi umat Islam terasa tertinggal bila dibandingkan umat yang lainnya, ini disebabkan karena wawasan umat Islam yang sempit dan terbatas juga lemah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan ini disebabkan kemauan umat untuk menuntut ilmu sangat rendah.

- Dho'fut Takhthith (lemah dalam perencanaan-perencanaan)
Umat Islam sekarang ini tidak memiliki strategi yang jelas. Rencana perjuangannya penuh dengan misteri. Hal tersebut disebabkan umat Islam tidak diproduk dari pembinaan-pembinaan yang baik dan tidak memiliki wawasan ilmu pengetahuan yang memadai.

- Dho'fut Tanjim (lemah dalam pengorganisasian)
Sekarang ini terjadi gerakan-gerakan yang mengibarkan bendera kebathilan, mereka membangun pengorganisasian yang solid sementara umat Islam lemah dalam pengorganisasian sehingga kebathilan akan di atas angin sedangkan umat Islam akan menjadi pihak yang kalah. Sesuai perkataan khalifah Ali ra "Kebenaran tanpa sistem yang baik akan dikalahkan oleh kebathilan yang terorganisasi dengan baik".

- Dho'ful Amniyah (lemah dalam keamanan)
Masa kini umat Islam lengah dalam menjaga keamanan diri dan kekayaan baik moril dan materil sehingga negeri-negeri muslim yang kaya akan sumber daya alam dirampok oleh negeri-negeri non muslim. Begitu pula dengan Iman, umat lslam tidak lagi menjaganya tidak ada amniyah pada aqidah dan dibiarkan serbuan-serbuan aqidah datang tanpa ada proteksi yang memadai.

- Dho'fut Tanfidz (lemah dalam memobilisasi potensi-potensi diri)
Umat Islam dewasa ini tidak menyadari bahwa begitu banyak nikmat-nikmat yang Allah SWT berikan dan tidak mensyukurinya. Jika umat Islam mersyukuri segala nikmat Allah dari bentuk syukur itu akan muncul kuatut tanfidz yaitu kekuatan untuk memobilisir diri dan sekarang umat Islam lemah sekali dalam memobolisir diri apalagi memobilisir secara kolektifitas.


Kelemahan dalam problematika moral (Maradun Nafs)

Kelemahan-kelemahan dalam problematika moral yang terjadi pada umat Islam sekarang yaitu:

• Adamus Saja'ah (hilangnya keberanian)
Umat Islam tidak seperti dahulu yang berprinsip laa marhuba illalah (tiada yang ditakuti selain Allah) sehingga tidak memiliki keberanian seperti orang-orang terdahulu yakni Rasulullah dan para sahabatnya yang terkenal pemberani. Sekarang ini umat Islam mengalami penyakit Al Juban (pengecut). Rasa takut dan berani itu berbanding terbalik sehingga jika seorang umat Islam takut kepada Allah maka ia akan berani kepada selain Allah tetapi sebaliknya jika ia takut kepada selain Allah maka ia akan berani menentang aturan-aturan Allah SWT.

• Adamus Sabat (hilangnya sikap teguh pendirian)
Umat Islam mulai memperlihatkan mudah mengalami penyimpangan-penyimpangan dan perjalanan hidupnya karena disebabkan oleh :

1. termakan oleh rayuan-rayuan
2. terserang oleh intimidasi atau teror-teror.

Salah satu illutrasi hilangnya sabat (keteguhan) ini adalah prinsif-prinsif hidup kaum muslimin tidak lagi dipegang hanya sering diucapkan tanpa dipraktekan. Sebagai contoh Islam mengajarkan kebersihan sebagian dari Iman tetapi di negari-negeri kaum muslim kondisinya tidak bersih menjadi pemandangan pada umumnya.

• Adamut Dzikriyah (hilangnya semangat untuk mengingat Allah)
Dalam Islam lupa diri sebab utamanya ialah karena lupa kepad Allah. Umat Islam dzikirullah-nya lemah maka mereka kehilangan identitas mereka sendiri sebagai Al Muslimum. Sebagaimana Allah berfirman dalam Qs. Al Hasyr ayat 19 "Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik".

• Adamus Sabr (hilangnya kesabaran)
Kesabaran merupakan salah satu pertolongan yang paling pokok bagi keberhasilan seorang muslim, sesuai firman Allah Qs.2:153 "Hai orang-orang beriman mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar".
Kesabaran meliputi:

1. Ashabru bitha'at (sabar dalam ketaatan)
2. Ashabru indal mushibah (ketaatan ketika tertimpa musibah)
3. Ashabru anil ma'siat (sabar ketika menghadapi maksiat)

Sebagai umat Islam harus memiliki kesabaran ketiganya.

• Adamul Ikhlas (hilangnya makna ikhlas)
Ikhlas tidak identik dengan tulus. Tulus artinya melakukan sesuatu tanpa perasaan terpaksa padahal bisa saja orang itu ikhlas walaupun ada perasaan terpaksa. Contohnya pada seseorang yang melakukan shalat subuh yang baru saja jaga malam sehingga sanat terasa kantuk tetapi karena shalat adalah suatu kewajiban perintah Allah swt ia tetap mengerjakannya dsb.

• Adamul Iltizam (hilangnya komitmen)
Dewasa ini kaum muslimin kebanyakan tidak istiqomah berkomitmen terhadap Islam bahkan tidak sepenuhnya sadar bahwa Islam harus menjadi pengikat utama dalam hidupnya sehingga mereka banyak menggunakan isme-isme yang lain.